By Heru Afandi

Wednesday, January 7, 2015

REALISTIS !!!



Tentu saja kita harus realistis kawan, bicara tentang organisatoris berbicara tentang team work, cooperation, dan manajemen SDM. Melihat kenyataan bahwa organisasi kemahasiswaan tingkat kampus sudah kehilangan sinarnya, tantu kita sebagai seorang mahasiswa harus berduka cita, juga tidak lupa melakukan instropeksi diri. Mengingat fungsinya yang sangat baik terutama sebagai “kolam terukur untuk belajar berenang sebelum terjun bebas ke lautan luas”, organisasi harus tetap eksis di dunia kampus. Betapa tidak organisasi kampus adalah salah satu sumber pembentuk pemimpin Indonesia kedepannya. Dengan  kondisi yang kian miris seperti ini organisasi ibaratkan seperti orang yang sakit, secara wujud masih hidup tetapi tidak produktif, tidak dapat berpikir, tidak mampu berbuat apapun bagi lingkungannya. Padahan mahasiswa harus sadar betul dirinya bukan lagi seorang bocah di bawah umur yang hanya bisa merengek minta susu. Seorang mahasiswa paling diidentikan dengan seorang pembelajar, intelektual, pemikir, insan akademis, mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi dan bukan seorang pemalas yang kerjaannya hanya tidur seharian di kos, dan kalau saya tidak salah faham perpustakaan seharusnya adalah rumah kedua mahasiswa setelah kos. Dan beruntungnya pemuda sangat diidentikan dengan seorang yang produktif, penggerak perubahan, juga berpengaruh bagi lingkungan sekitar.

Maafkan lah jika saya salah tafsir dengan mengatakan bahwa organisasi mahasiswa tingkat kampus pada hari ini sakit. Tentu saja tidak semua, karena pandangan subjektif ini adalah hasil observasi lingkungan dan pandangan sekilas setiap hari. Maka saya berani mengatakan bahwa pada hari ini organisasi mahasiswa yang katanya memiliki peluang terbesar bagi kemajuan bangsa itu telah gagal melakukan tugasnya. Saat ini fungsi organisasi kampus tak ubahnya sebagai event organizer, tentu bukan hal yang terlampau negatif bila ia lupa akan fungsinya sebagai tempat belajar dan bukankah makna belajar lebih luas dari sekedar buku – buku usang di perpustakaan. Tentu bukan hal yang negatif pula ketika kita berkeinginan untuk mengangkat nama organisasi kampus juga nama fakultas serta universitas, mengingat aktifitas organisasi mahasiswa dapat menambah penilaian terhadap akreditasi dewasa ini.

Saya harus mengatakan bahwa salah satu pensuplai calon pemimpin indonesia kedepan adalah organisasi kampus, bukankah mereka dikader lewat organisasi – organisasi kelingking ini. Melihat kondisi ini bukannya memaksa kita untuk terlampau pesimis hanya saja yang menjadi sebuah ketakutan adalah hilangnya fungsi ini, dan menempatkan institusi akademi yang bernuansa kemiliteran sebagau satu – satunya pensuplai sosok leader di negara kita.

Entah lah tidak boleh terlampau lancang juga ketika kita harus menyalahkan bahwa SDM di era modern ini terlampau terkontaminasi pengaruh globalisasi sehingga mereka cenderung lebih bersikap hedonis, dan apatis. Dan bukan hal yang terlampau buruk juga ketika kita menyalahkan budaya berorganisasi yang sudah terbentuk bertahun – tahun untuk menjadikan alasan bahwa kita harus lari dari tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Jika kita bandingkan kondisi mahasiswa Indonesia sebagai mahasiswa global dengan mahasiswa di negara lain tentu tidak daat kita samakan begiru saja mengingat kondisi latar belakang budaya serta orientasi pendidikan yang berbeda pula. Tetapi bukan hal yang harus dipermasalahakan juga ketika kita melakukan perbandingan dengan mahasiswa luar yang katanya memiliki “Otak yang lebih pekat warnanya”, terlebih hanya sebagai instropeksi diri saja. Mahasiswa tentu tidak boleh alergi terhadap buku, saya harus katakan lagi bahwa mahasiswa sejatinya adalah seorang pembelajar. Mulai dari masalah SDM ataupun budaya organisasi mana yang salah, bukan lah perkara yang harus kita cari terlebih kita tidak punya standar nasional karakter kader organisasi kemahasiswaan juga budaya organisasi. Tetapi tidak dapatkah kita sebagai kaum muda yang intelektualistis selama 8 semester (bukan sejenak) saja memikirkan keberlangsungan dari organisasi mahasiswa tingkat kampus, baru kemudian mahasiswa luar kampus yang skalanya lebih luas.

Kembali lagi keperkara organisasi tingkat kampus, bukan kah hal yang wajar bila kita dapat membedakan mana yang bermanfaat mana yang tidak bermanfaat. Bukankah mahasiswa itu seorang intelektualistis. Ingin mengatakan bahwa tujuan tertinggi dari organisasi kemahasiswaan adalah “Pengabdian Kepada Masyarakat”, hal ini sejalan dengan Tri dharma Perguruan Tinggi. Jika orientasinya adalah PKM maka secara langsung eksistensi kampus akan menjadi bonus yang besar bagi organisasi tersebut. Karena boleh saja jika kita ibaratkan sebagai tangga, jika berfokuspada tujuan yang tinggi maka anak tangga dibawahnya akan menjadi bonus. Jika artikel opini ini terlampau tersirat, maka maafkan lah saya. Semoga kemampuan berpikir yang lebih visioner dengan pendekatan harapan/cita – cita di hidayahkan Tuhan kepada kita semua para pembaca.


Salam dari Pemuda di pelosok Indonesia kepada dunia.   
Read More >>